Ustaz Tengku Zulkarnain saat menceritakan kisah hijrahnya dari seorang yang cinta bermain musik menjadi seorang pendakwah. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, iNews.id - Ustaz Tengku Zulkarnain meninggal dunia karena Covid-19, Senin (11/5/2021). Semasa hidupnya, laki-laki asal Sumatra Utara (Sumut) ini dikenal sebagai pendakwah dan penceramah.

Pendakwah kelahiran 14 Agustus 1963 ini pernah mengungkapkan dirinya termasuk orang yang hijrah. Dia juga menceritakan kisah hidupnya hingga menjadi seorang pendakwah. Bahkan, dia rela membuang gitar kesayangannya ke sungai dan berhenti bermain musik yang telah lama dijalani, agar bisa fokus belajar agama Islam.

Tengku Zulkarnain mengatakan, dirinya memang sudah belajar agama Islam sejak masa kecil. Dikutip iNews.id dalam ceramahnya dari channel YouTube Cinta Quran TV pada Februari 2020 lalu, saat berumur empat tahun, Zulkarnain diantarkan ibunya ke surau untuk belajar mengaji dan membaca Alquran.

"Saya ini orang yang hijrah juga. Umur empat tahun saya diantar ibu saya ke surau untuk belajar ngaji, baca Alquran," katanya.

Dia mengenang, saat itu teman-temannya mengaji sudah besar-besar. Saat pulang dan mengambil sandal, dia pernah didorong teman-temannya hingga terjatuh ke parit. 

"Mau pulang ambil sendal, didorong saya tercampak masuk parit, orang umur empat tahun. Untung parit zaman itu airnya jernih, kalau sekarang ikan aja pingsan, apalagi orang," katanya.

Melihat dia jatuh, guru mengaji langsung meloncat ke parit dan mengangkatnya. Dia digendong dan dibawa pulang ke rumah. Dari cerita sang guru, ternyata bapak Tengku Zulkarnain kesal mengetahui kejadian yang dia alami.

"Karena bapak saya bos di situ, begitu sampai, ini pak, anak bapak jatuh ke parit, kata guru saya. Bapak saya mau marah sama guru saya itu ga jadi marah karena guru saya basah juga. Begitu sampai guru itu pulang, dia bilang apa, berhenti ngaji, sudah tahu banyak orang-orang tidak beres," katanya menceritakan ucapan sang bapak.

Tengku Zulkarnain akhirnya berhenti mengaji dan belajar sendirian dengan gurunya. Dia pun berhasil dan bisa membaca Alquran dengan bagus. Bahkan, di usia delapan tahun, dia sudah nenjadi imam di desanya.

"Saya sudah jadi juara MTQ, tingkat kecamatan dan seterusnya sampai ke provinsi. Membahagiakan sekali hidup waktu itu," ujarnya.

Ketika itu, Tengku Zulkarnain mengatakan, sudah terbiasa bermain musik. Bahkan, sambil menunggu nasi masak, dia biasa bermain organ saat kecil. "Saya sangat sayang sama ibu. Saya masak nasi, masak nasi masih pakai bambu, ditiup bambunya. Sambil menunggu nasi masak saya masak organ itu," ujarnya.

Sang ayah kemudian membelikannya gitar, saat kelas 3 atau kelas 4. Dia mempelajari dasar-dasar gitar klasik. Dalam sehari, Tengku Zulkarnain harus bermain gitar tiga hingga empat jam, sesuai perintah sang bapak.

"Malam dia pulang kerja dia, saya pulang ngaji, saya dikontrol, main. Kalau ga ada kemajuan dijitak kepala saya. Main musik aja goblok," katanya menirukan ucapan sang bapak.  

Karena itu, hidup Tengku Zulkarnain saat itu tidak lepas dari main musik dan gitar. Bahkan, saat dia tidur, gitar ada di sebelahnya karena setiap pagi dia harus berlatih.

"Tidur saya itu di sebelah ada gitar, bangun tidur harus main gitar dulu setengah jam baru salat subuh karena tangannya masih kaku. Kalau sudah bisa habis subuh main gitar tidak kaku, itu berati kalau siang hari seperti ini itu lincah sekali jarinya," katanya.

Ibu Tengku Zulkarnain pernah meminta agar tidak melawan bapaknya yang meminta dia untuk terus bermain gitar. Namun, ibunya juga meminta dia selalu membaca Alquran setiap hari.

"Apa kata ibu saya? Jangan dilawan bapakmu nak, biarkan aja disuruhnya main gitar, main gitar. Disuruhnya main musik, main musik, tapi umi titip, bacalah Alquran satu hari satu jus," ujarnya.

Tak hanya bermain musik, Tengku Zulkarnain mampu mengarang lagu. Ketika masih bersekolah di kelas 1 SMP, saat dia ingin jalan-jalan ke luar negeri, dia tinggal menjual lagu ciptaannya. Dari situ, dia bisa jalan-jalan keliling Indonesia di usia yang sangat muda. Dia juga selalu bermain musik setiap hari.

"SMP Kelas 1 saya sudah mengarang lagu. Kalau libur sekolah, saya mau jalan-jalan ke Singapura, Malaysia atau ke Bali, atau ke mana saya mau jalan, saya jual lagu aja satu, saya jual satu lagu. Saya bisa mendapatkan uang dari jual lagu waktu itu Rp1 juta satu lagu. Saya bisa jalan-jalan keliling Indonesia di usia sebegitu muda karena saya pencipta lagu," katanya.

Kala itu, Tengku Zulkarnain mengaku tidak bisa tidur kalau belum main musik empat jam sehari. Dia pun terbiasa menghabiskan waktunya di studio. "Saya rekaman di studio bisa dari hari Jumat habis salat Jumat sampai malam Senin jam 2 malam ga keluar-keluar dari studio," ujarnya.

Namun, suatu hari dia mendapat hidayah yang dia yakini memang takdir Allah. Seorang jemaah tabligh dari Pakistan datang ke Medan tahun 1988 setelah berjalan kaki setahun. Saat itu, Tengku Zulkarnain sudah menjadi dosen linguistik di Universitas Sumatra Utara (USU). Dia pun menjadi penerjemah bagi jemaat tersebut

"Di dalam kelas saya memakai bahasa Inggris, saya diminta untuk menerjemahkan jemaah ini ceramah, saya jadi penerjemahnya. Waktu menerjemahkan itulah saya mengeluarkan air mata," katanya.

Dia mengingat, setelah Jumatan di masjid di UISU menjelang Maghrib, jemaah tabligh itu mengajak mahasiswa yang sedang bermain bola pingpong untuk bersama-sama salat Maghrib.

"Dia bilang, saudaraku, kita diikat dengan kalimat laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah. Kita bersaudara, kami dari Pakistan datang kemari untuk dakwah agama. Sebentar lagi Maghrib, mari kita berwudu. Kita duduk mendengarkan azan maghrib. Kemudian salat Maghrib nanti akan ada pembicaraan tentang pentingnya iman dan amal saleh," katanya menerjemahkan ajakan warga Palestina itu.

"Saya terjemahkan itu sambil bercucuran air mata, apa yang terjadi di hati saya waktu itu. Kenapa ngajak orang salat aja mesti dari Pakistan jauh-jauh, ini mahasiswa saya, mestinya kan saya perintahkan mereka menjalankan solat, kenapa mesti jauh-jauh dari Pakistan? Saat itu saya pulang, saya menangis di rumah, saya bilang, saya mesti ikut dakwah ini, maka saya gunakanlah diri saya untuk dakwah dengan harta, bayar sendiri, makan, bayar sendiri," katanya.

Dari situ, dia mengambil keputusan untuk fokus ke agama. Walaupun sudah sejak kecil belajar agama, belajar fiqih dari semua guru-guru di Sumut saat itu, dia merasa belum cukup. Dia memutuskan untuk berhenti bermain musik yang dia tekuni sejak lama. Keputusan yang tidak mudah.

"Saya harus berhentikan. Sebab kalau mendengar musik, saya gemetar. Seluruh musik itu, mulai dari suara pianonya, biolanya, flutenya, terompetnya, trombonnya,  saya hapal semua sebab saya tujuh tahun di RRI dan di TVRI itu penyanyi orkestra," ujarnya.

Menurut Tengku Zulkarnain, saat itu dia meyakinkan dirinya, dia tidak akan bisa belajar agama dengan serius jika masih bermain musik. Maka saat itu dia memutuskan membuang gitar kesayangannya.

"Saat itu bismillah, gitar kesayangan saya itu saya bawa ke Sungai Kera, parit busuk katanya di Medan. Saya berdiri di jembatan, airnya sedang banyak tapi itam airnya. Saya bilang bismillah ya Allah, mulai hari ini, musik ini saya cerai talak tiga, saya buang," katanya.

Sampai di rumah, dia mulai mengaji. Di hari-hari selanjutnya, dia mengaji dan mulai berdakwah. Sejak umur 16 tahun, dia sudah jadi katib Jumat. Melihat perubahan pada dirinya, sang bapak pernah menanyakan mengapa Zulkarnain berhenti bermain musik.

"Kata bapak saya, kenapa kau sekarang berhenti main musik nak. Saya harus memilih papi, saya panggil papi, ini nampaknya saya harus fokus dulu ke agama. Apa yang terjadi, 88,  89, 90, 91, 92, saya kawin, 93, 94, barulah saya setiap mendengar lagu tidak ada lagi rasa apa-apa di dalam dada saya. Jadi menghilangkannya saja saya enam tahun itu," kata Tengku Zulkarnain.


Editor : Maria Christina

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network