Marak Fenomena Emak-Emak Brondolan, Pengusaha Sawit di Sumut Resah

MEDAN, iNews.id - Marak fenomena emak-emak brondolan (Makbro) di sejumlah perkebunan sawit membuat para pengusaha resah. Diketahui jika Makbro ini mencuri buah sawit yang terlepas dari tandannya.
Aksi pencurian biasanya terjadi di wilayah perkebunan yang dekat atau berbatasan dengan kawasan pemukiman warga. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Utara, Timbas Prasad Ginting, mengatakan Makbro sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun dahulu keberadaannya tidak semasif saat ini.
"Dari dulu sudah ada. Cuma sekarang semakin merajalela dan sudah meresahkan kita," kata Timbas didampingi Wakil Ketua GAPKI Sumut Mino Lesmana, Sekretaris GAPKI Sumut Syahril Pane dan Bendahara GAPKI Sumut Sugihartana, Kamis (9/11/2023).
Makbro, kini telah bertransformasi dari sekedar pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan keluarga menjadi mata pencaharian utama. Para Makbro bahkan kerap kali melibatkan anak-anak mereka dalam mencuri brondolan sawit
"Masyarakat jadi malas. Mereka saat ini lebih mau menjadi pencuri brondolan sawit ini dibandingkan jadi buruh atau pekerja harian lepas. Penghasilan dari mencuri brondolan sawit ini jauh lebih besar," kata Timbas.
"Sehari mereka bisa mendapat Rp300.000-Rp400.000. Sementara kalau jadi buruh harian lepas, paling cuma Rp150.000 per hari. Itu juga sudah harus kerja seharian," ujarnya.
Maraknya kehadiran Makbro, kata Timbas, disinyalir terjadi karena keberadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berskala kecil dan tidak memiliki kebun sawit. PKS berskala kecil ini muncul karena untuk pengurusan izin mendirikan PKS saat ini sangat mudah. Hanya dengan mengurus izin lewat Online Single Submission dan Pemerintah Daerah tanpa kewajiban memiliki kebun sawit.
Di mana karena tidak memiliki kebun, PKS tersebut melakukan berbagai cara untuk mendapatkan buah sawit. Termasuk menerima brondolan sawit dari warga.
"Seperti hasil curian dari para Makbro itu," katanya.
Pendapatan jadi Makbro, sebut Timbas, cukup besar karena harga jual brondolan sawit lebih mahal dari harga tandan buah segar (TBS) yang masih memiliki janjangnya.
"Selisihnya bisa lebih dari Rp1.000 per kg. Lebih tinggi harga brondolan sawit ketimbang TBS. Itu karena brondolan sawit memiliki tingkat asam lemak yang lebih tinggi dan cocok untuk dijadikan bahan baku biodiesel," katanya.
Editor: Nani Suherni