Pengakuan Eks Pj Sekda Sumut Effendy Pohan usai Diperiksa KPK soal Proyek Jalan

MEDAN, iNews.id – Mantan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekda Sumut), Muhammad Armand Effendy Pohan, angkat bicara usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Effendy diperiksa terkait korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut.
Effendy mengatakan, dirinya diperiksa dalam kapasitas sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) saat menjabat Pj Sekda Sumut. Ia pun memenuhi panggilan pertama dari penyidik KPK.
“Saya memenuhi panggilan sesuai surat, tugas saya sebagai Pj Sekda yang juga Ketua TAPD,” kata Effendy di Kantor DPRD Sumut, Rabu (23/7/2025).
Effendy menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (22/7/2025). Dia mengaku diperiksa selama sekitar tiga jam. Namun, ia enggan merinci materi pemeriksaan yang dilakukan penyidik. “Nggak lama, paling tiga jam. Kalau materi, silakan tanya ke KPK,” ujarnya.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan pemeriksaan terhadap Effendy Pohan. Ia mengatakan pemeriksaan dilakukan untuk mendalami pergeseran anggaran dalam dua proyek jalan yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatra Utara. Proyek tersebut disebut tidak termasuk dalam perencanaan awal.
“Didalami terkait dengan pergeseran anggaran. Dua proyek di PUPR itu sebelumnya belum masuk dalam perencanaan, kemudian muncul. Bagaimana prosesnya, itu yang kami dalami,” kata Budi.
Meski demikian, Budi belum bisa menjelaskan secara detail materi penyidikan yang sedang dilakukan lembaganya. Pemeriksaan terhadap Effendy Pohan dilakukan setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara pada Juni 2025 lalu. Dari OTT tersebut, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari pejabat dinas dan pihak swasta.
Yakni Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua, Dinas PUPR Sumut serta Heliyanto (HEL), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut.
Lalu ada M Akhirun Pilang (KIR), Direktur Utama PT DNG dan M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN. KPK menduga Topan Ginting mengatur perusahaan pemenang lelang proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar. Sebagai imbalan, ia dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar oleh pihak swasta.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan diduga telah menarik dana sebesar Rp2 miliar untuk disalurkan kepada sejumlah pejabat yang membantu mereka mendapatkan proyek. Dalam penggeledahan rumah Topan, KPK turut menyita uang tunai dan senjata api.
Editor: Kastolani Marzuki