Susah Dicari, Pupuk Bersubsidi Justru Ditemukan di Gudang Area Sergai

SERGAI, iNews.id - Gudang berisi pupuk subsidi di Kecamatan Sei Rampah, Serdang Bedagai (Sergai), disidak Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut). Aksi sidak ini digelar ombudsmas usai petani mengeluh atas kelangkaan dan mahalnya harga pupuk bersubsidi.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut , Abyadi Siregar mengatakan, gudang itu merupakan milik PT Pupuk Indonesia (Persero). Abyadi memperkirakan ada 20 ton yang ditemukan belum dibongkar.
"Ini belum termasuk sekitar 20 ton lagi yang belum dibongkar dari sebuah truk yang terparkir di depan gudang," katanya, Senin (29/5/2023).
Abyadi juga mengungkapkan, Kepala Gudang PT Pupuk Indonesia di Sergai bernama Fahruf Abdallah dinilai tak koperatif saat dimintai keterangan. Kemudian, lanjut Abyadi, Fahruf juga menolak memberi penjelasan tentang ratusan ton pupuk bersubsidi di dalam gudang milik PT Pupuk Indonesia itu.
"Fahruf mengaku dia diperintah oleh Manajemen PT Pupuk Indonesia di Medan untuk tidak berbicara kepada Tim Ombudsman RI. Karena itu, tim Ombudsman tidak mendapatkan informasi yang lebih banyak di gudang pupuk bersubsidi tersebut," ucapnya.
Abyadi mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, Ombudsman RI Perwakilan Sumut banyak menerima laporan keresahan petani atas kelangkaan pupuk bersubsidi di Sumut. Tidak hanya itu, harga pupuk bersubsidi juga jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Harga HET sendiri sebetulnya sebesar Rp 115.000/zak (50 Kg) untuk pupuk ponska/NPK bersubsidi. Namun para petani di Serdang Bedagai menebus dengan harga antara Rp 145.000 s/d Rp 150.000/zak ukuran 50 Kg," ucapnya.
Atas hal itu, Abyadi berharap penegak hukum seperti Polda Sumut dan Kejati Sumut untuk turun memproses dugaan permainan pupuk bersubsidi di Sergai ini secara hukum. Abyadi juga meminta, keresahan para petani atas kelangkaan pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pasar, harus direspons oleh semua pihak.
"Aparat penegak hukum diharap segera turun. Jangan dibiarkan mafia mafia pupuk ini menyusahkan petani," tuturnya.
Editor: Nani Suherni