Kisah Sukses Peternak Magot di Batubara, Tekan Biaya Pakan dengan Limbah Kantin Inalum (foto: iNews/Wahyudi Aulia Siregar)

BATUBARA, iNews.id - Kisah sukses peternak magot di Batubara bisa menjadi inspirasi bagi anda yang baru memulai bertenak. Pria bernama Dedi Syahputra itu justru memanfaatkan limbah kantin Inalum untuk pakan hingga bisa menghemat pengeluaran 70 persen.

Dedi Syahputra merupakan Ketua Kelompok Ternak Magot Sari Lava Berdaya. Tanpa rasa jijik, dia dengan santai memperlihatkan geliat ulat magot dalam bak penampungan (bioponds) di peternakan yang dikelola Kelompok Ternak Magot Sari Lava Berdaya di Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara (Sumut).

Sosok Mantan Ketua Karang Taruna itu terlihat santai meraup magot dengan tangannya untuk diberikan kepada puluhan bebek peliharaan mereka. Tak ada lagi kesan jijik meski dia meraup magot dengan tangan telanjang. Pemuda yang kerap disapa Untung itu bahkan sanggup makan di dekat bak bioponds berisi ribuan magot.

"Hari-hari ini yang dipegang. Udah eggak ada jijik lagi. Kadang-kadang makan pun disini. Lagi makan kadang-kadang harus megang ulat. Kadang-kadang termakan juga mungkin ulatnya," kata Dedi. 

Magot merupakan ulat larva dari lalat jenis prajurit hitam (Black Soldier Fly/BSF). Ulat jenis ini memiliki kandungan protein tinggi dan dapat dijadikan sebagai pakan ternak alternatif menggantikan pakan organik maupun pelet.

Kisah Sukses Peternak Magot di Batubara, Tekan Biaya Pakan dengan Limbah Kantin Inalum (foto: iNews/Wahyudi Aulia Siregar)

Untung dan teman-temannya membudidayakan ulat magot sejak tahun 2020 di lahan seluas 2 rante (40x40 meter) yang hanya berjarak beberapa kilometer dari pabrik peleburan (smelter) aluminium milik PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Lahan pembudidayaan ulat magot itu terintegrasi dengan kandang puluhan ekor bebek, ayam serta dua kolam plastik berisi ribuan ekor ikan nila dan lele.

"Sejak ada budidaya ulat magot ini, biaya kami untuk pakan ternak bisa ditekan sampai 70 persen," kata Untung sembari terus memberikan magot pada puluhan ekor bebeknya.

Untung menceritakan usaha budidaya magot ini mereka rintis saat usaha peternakan sedang sulit akibat terdampak Pandemi Covid-19. Mereka sempat kewalahan untuk memenuhi kebutuhan pakan, di tengah stagnasi harga jual ternak akibat daya beli masyarakat yang menurun terimbas pandemi. 

"Kita awalnya ditawari Inalum untuk mengolah limbah di kantin mereka untuk dijadikan pakan ternak. Karena belum pernah, kita sempat ragu juga.Tapi pelan-pelan kita coba dan bisa," ujarnya semringah.

Di awal, mereka mendapatkan bantuan dari dana tanggungjawab sosial (CSR) perusahaan Inalum berupa limbah seng dan rangka baja untuk membuat kandang. Mereka juga diberikan kemudahan akses pengambilan sampah kantin Inalum. Selain itu mereka juga diberi bantuan bebek dan lele serta studi banding dan pelatihan budidaya magot.

"Awalnya hanya kandang untuk bibit BSF-nya. Lalu kita punya 1 biopond (bak pembesaran larva BSF). Kalau sekarang sudah ada 25 biopond. Masing-masing biopond bisa menghasilkan ribuan magot. Kalau sekarang, kita bisa menghasilkan 40-50 kilogram magot segar dalam sehari," katanya.

Kisah Sukses Peternak Magot di Batubara, Tekan Biaya Pakan dengan Limbah Kantin Inalum (foto: iNews/Wahyudi Aulia Siregar)

Menurut Untung, budidaya magot terbilang mudah dan sederhana. Awalnya lalat BSF dipelihara sampai bisa menghasilkan telur. Kemudian setelah 4 hari telur-telur itu akan menetas dan menjadi larva. Kemudian dipindahkan ke biopond untuk diberi makanan sampah organik hingga mencapai usia 21 hari dan siap dipanen. 

"Untuk sampah makanan magot, kita ambil dari kantin Inalum. Ada 200 hingga 300 kilogram sampah yang bisa mereka angkut setiap harinya. Sampah-sampah itu kemudian dipilah dan bahan-bahan organik yang sudah dipisah dijadikan makanan untuk magot," katanya.

Untuk pembibitan, sebut Untung, ulat magot dibiarkan memakan sampah organik hingga menjadi prepupa, bentuk ulat berubah berwarna menjadi hitam, biasanya pada tahap ini ulat magot akan memisahkan diri dengan ulat yang masih memakan sampah.

“Saat usia satu bulan prepupa berubah menjadi pupa, lalu pupa ini dimasukkan ke dalam kandang indukan hingga berubah menjadi lalat dan kembali bertelur,” tuturnya.

Meski bisnis budidaya magot ini cukup menjanjikan. Namun Untung mengaku sebagian besar produksi magot mereka masih digunakan untuk keperluan di peternakan mereka sendiri. Mereka belum bisa menjual produk magot segar secara luas karena kemampuan produksi yang terbatas akibat terkendala sumber sampah organik untuk pakan magot. 

"Kalau ada yang datang ke sini ya kita jual juga. Nanti ada yang beli 10 atau 20 kilo pakai karung, kita kasih. Peminatnya sebenarnya banyak. Tapi karena produksi terbatas ya bisnisnya belum maksimal. Kemarin ada juga pengusaha ternak dari Medan yang mau beli dalam jumlah besar rutin. Tapi karena terkendala produksi dan biaya transportasi, akhirnya kita gak jadi jual," katanya.

Untung dan kelompoknya berharap mereka bisa mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan sampah dari pasar-pasar yang ada di Kabupaten Batubara dan wilayah sekitarnya. Upaya untuk mendapatkan izin mendapatkan sampah-sampah itu juga sudah mereka lakukan, namun belum mendapatkan hasil. 

Tingginya kebutuhan sampah organik pada usaha budi daya magot ini sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai solusi alternatif oleh Pemerintah Kabupaten Batubara untuk menangani persoalan sampah di daerahnya. Apalagi berdasarkan data yang dari sekira 270 ton produksi sampah per hari di Kabupaten Batubara, baru sekitar 24 persen yang bisa diangkut Pemkab Batubara ke tempat pembuangan akhir. 

"Kalau kami diizinkan mengambil sampah, pasti bisnis budidaya magot ini akan bertumbuh dengan sangat baik. Kalau sekarang di Kabupaten Batubara sepertinya baru kami yang membudidayakan magot ini," ucapnya.

Sekretaris Perusahaan Inalum, Mahyudin Ende, mengatakan Kelompok Ternak Magot Sari Lava Berdaya merupakan mitra penerima CSR yang diharapkan bisa dapat terus berlanjut dan dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih luas kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi mereka. 

"Kami terus berupaya menimbulkan efek ganda (multiple effect) yang positif serta berkontribusi mensejahterakan masyarakat sekitar melalui program-program yang memandirikan dan menciptakan klaster-klaster masyarakat sejahtera, maju dan berdaya," katanya.

Para mitra penerima CSR dari Inalum, kata Mahyudin, akan terus dipantau. Inalum pun akan terus memberikan penguatan dan pelatihan kepada para mitra binaannya. Bahkan saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha mitra binaan Inalum yang naik kelas menjadi penopang kegiatan produksi di Inalum.

"Sudah ada 5 mitra binaan kita yang menjadi pemasok ke Inalum. Mereka memasok produk mereka untuk mendukung operasional bisnis Inalum," ucapnya.

Inalum, kata Mahyudin, menyasar sebanyak 125 mitra binaan dalam 5 tahun terakhir. Anggaran senilai Rp 141 miliar sudah dialokasikan untuk mitra binaan itu di dua lokasi kerja Inalum, yakni di pabrik peleburan di Kabupaten Batubara dan di pembangkit listrik milik Inalum di Kabupaten Toba. 

“Sasarannya 125 mitra binaan, di mana jumlah tersebut meningkat tiap tahunnya. Untuk tahun 2023 jumlah anggaran CSR yang dialokasikan mencapai Rp 25 Miliar. Bantuannya berupa modal untuk alat usaha dan pelatihan,” ujarnya.

Tokoh Masyarakat Batubara, OK Irwansyah, mengatakan selain budidaya magot dan usaha lainnya, Inalum diharapkan dapat lebih memperluas pemberian manfaat CSR mereka untuk kegiatan hilirisasi industri aluminium di Kabupaten Batubara. Kegiatan hilirisasi aluminium ini diyakini akan lebih mampu mendorong perekonomian masyarakat sekaligus perekonomian daerah.

"Kalau industri aluminiumnya ada di sini, harusnya lebih mudah membangun industri hilirnya. Apalagi industri hilirnya sudah melibatkan masyarakat. Akan ada saling ketergantungan dan keterikatan. Nilai tambahnya akan makin kompleks dan memberikan efek perputaran ekonomi yang semakin kencang. Keberadaan Inalum juga akan lebih didukung masyarakat," kata Irwansyah. 

Dia juga mendorong agar Inalum sebagai salah satu industri terbesar di Kabupaten Batubara, mampu mendorong proses digitalisasi bisnis para mitra binaannya. Sehingga produk mitra binaan bisa mendapatkan pasar yang lebih luas.

"Kalau hilirisasi produksi berjalan, kemudian pasarnya dibuka, pasti kita di Batubara ini akan melesat seperti di kawasan-kawasan industri di negara-negara maju," tuturnya.


Editor : Nani Suherni

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network