Setelah melawan ombak besar di laut, mereka juga dituntut bertahan hidup di hutan tanpa perbekalan. Bayangkan mereka hanya dibekali garam saja. Air minum pun tidak diperkenankan dibawa. Mereka dituntut memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di hutan.
Di dalam hutan, mereka dilepas untuk melatih ketahanan fisik dan kemampuan perorangan dalam waktu berhari-hari. Tak jarang mereka harus memakan binatang liar untuk bertahan hidup seperti ular, monyet dan lain sebagainya.
Untuk latihan udara, mereka bukan lagi dilatih terjun tempur seperti prajurit biasa. Jika dalam terjun tempur, payung sudah terbuka ketika keluar dari pintu pesawat, prajurut Denjaka dilatih terjun bebas.
Latihan terjun bebas itu tidak hanya dilakukan siang hari tapi juga tengah malam. Dengan begitu, bila sewaktu-waktu masuk ke sasaran musuh, mereka tidak harus lewat darat atau laut yang mudah dideteksi lawan. Para Denjaka juga bisa diturunkan dari pesawat dengan ketinggian yang sulit terdeteksi musuh.
Pola rekrutmen Denjaka dimulai sejak pendidikan para dan komando. Selangkah sebelum masuk ke Denjaka, prajurit terpilih mesti sudah berkualifikasi Intai Amfibi.
Denjaka terdiri atas satu markas zedenk detasemen, satu tim markas, satu tim teknik dan tiga tim tempur. Sebagai unsur pelaksana, prajurit Denjaka dituntut memiliki kesiapan operasional mobilitas kecepatan, kerahasiaan dan pendadakan yang tertinggi serta medan operasi yang berupa kapal-kapal, instalasi lepas pantai dan daerah pantai. Di samping itu juga memiliki keterampilan mendekati sasaran melalui laut, bawah laut dan vertikal dari udara.
Setiap prajurit Denjaka dibekali kursus penanggulangan antiteror aspek laut yang bermaterikan intelijen, taktik dan teknik antiteror, dan antisabotase, dasar-dasar spesialisasi, dan komando kelautan dan keparaan lanjutan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait