12 Daerah di Sumut Berstatus KLB Campak, Kasus Terbanyak di Medan

MEDAN, iNews.id – Sebanyak 12 kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara (Sumut) berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak. Penetapan status ini menyusul tingginya angka temuan kasus campak di sejumlah wilayah tersebut.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumut, sejak Januari hingga 31 Juli 2025, tercatat sebanyak 1.191 kasus suspek campak. Dari jumlah itu, 362 kasus terkonfirmasi positif campak dan 10 kasus lainnya positif rubella.
“Kami memprediksi angka kasus campak masih akan terus meningkat. Karena itu, 12 kabupaten/kota ditetapkan berstatus KLB agar penanganannya bisa lebih serius dan intensif,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, Novita Saragih, Selasa (5/8/2025).
Dia menyampaikan, dari 12 daerah tersebut tertinggi Kota Medan dengan 159 kasus, disusul Deliserdang 101 kasus dan Tebingtinggi 16 kasus.
Daerah lainnya yang berstatus KLB campak yakni, Tapanuli Selatan, Dairi, Padang Lawas, Tapanuli Tengah, Samosir, Padang Lawas Utara, Mandailing Natal, Binjai dan Pematang Siantar.
Dinkes Sumut telah menyiapkan sejumlah langkah untuk menekan peningkatan kasus, mulai dari penyelidikan epidemiologi (PE), pelacakan kontak erat, penemuan kasus tambahan di sekitar penderita, hingga koordinasi lintas sektor dengan Dinkes kabupaten/kota, sekolah dan tokoh masyarakat.
“Strategi juga kami lakukan lewat survei cepat komunitas, kajian epidemiologi, hingga penyusunan rencana mikro (mikroplanning) untuk pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI),” katanya.
Dia mengakui rendahnya cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di Sumut menjadi tantangan utama. Hingga akhir Juli 2025, kata dia cakupan IDL baru mencapai 38,66 persen, masih jauh dari target nasional 58 persen. Meski begitu, pencapaian ini menempatkan Sumut di peringkat lima nasional.
Hasil penelusuran epidemiologi juga mengungkapkan bahwa 56 persen kasus campak terjadi pada anak-anak yang belum pernah mendapat imunisasi MR.
“Anak yang sudah divaksin tetap bisa tertular, tapi gejalanya biasanya lebih ringan. Ini karena efektivitas vaksin tidak selalu 100 persen, tergantung pada paparan virus dan daya tahan tubuh,” ucapnya.
Dia menjelaskan, rendahnya angka imunisasi juga disebabkan oleh kurangnya informasi, kesadaran masyarakat, serta maraknya hoaks tentang vaksin. Dinkes Sumut kini menggalakkan program Imunisasi Kejar dengan sistem jemput bola untuk menyasar anak-anak yang belum mendapat vaksin sesuai jadwal.
Selain itu, Pekan Imunisasi Nasional (PENARI) juga akan digelar serentak pada 4-9 Agustus 2025. “Kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, sekolah, tokoh agama, organisasi masyarakat, hingga media sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya imunisasi,” katanya.
Editor: Kurnia Illahi