Dahsyatnya Letusan Gunung Toba, Pengaruhi Iklim dan Manusia di Masa Prasejarah

Hasilnya, hanya wilayah Amerika Utara, Eropa dan Asia saja yang mengalami musim pendinginan, sementara Afrika dan India relatif terlindungi.
Dibandingkan dengan Gunung Tambora yang juga meletus dahsyat pada 1815, jelas keduanya berbeda. Gunung Toba meletus ketika peradaban manusia belum seperti sekarang dan penelitian menyebut ledakan eksplosifnya tidak terlalu berpengaruh pada evolusi manusia.
Sementara Gunung Tambora meletus saat memasuki era modern. Ledakannya menewaskan lebih dari 60.000 orang. Bila Gunung Toba meletus di era sekarang, bukan tidak mungkin ledakannya mampu memusnahkan 2 miliar manusia, terlebih letaknya ada di dekat wilayah berpenduduk.
Dikutip dari National Geographic, tim peneliti internasional yang mempelajari histori dari Gunung Toba menyebutkan, gunung tersebut tetap aktif dan berpotensi berbahaya setelah letusan besar ribuan tahunnya.
Martin Danišík, Associate Professor dari John de Laeter Center di Curtin University, Australia menyampaikan, supervolcano meletus beberapa kali dengan interval puluhan ribu tahun di sela letusan-letusan besarnya.
Namun, tidak bisa dipastikan apa yang akan terjadi pada supervolcano tersebut di masa tidak aktif. Kabar baiknya, selama periode tidak aktif itu berlangsung, peneliti bisa memprediksi kapan letusan lain akan datang di masa depan.
Kini kawasan Danau Toba termasuk Kawasan Strategis Pariwsata Nasional dan menjadi Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pembangunan infrastruktur dan menata kawasan Danau Toba agar tampil lebih elok.
Salah satu pekerjaan yang dirampungkan pada akhir 2021, yaitu Penataan Kampung Ulos Huta Raja dan Huta Siallagan di Kabupaten Samosir. Proyek ini menelan biaya sebesar Rp57,9 miliar. Dua desa tersebut merupakan kampung wisata yang banyak dikunjungi wisatawan.
Editor: Kurnia Illahi