Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik menyampaikan pernyataan usai putusan DKPP yang memberhentikan dirinya sebagai komisioner KPU, Kamis (19/3/2020). (Foto: iNews.id/Felldy Utama)

MEDAN, iNews.idEvi Novida Ginting Manik secara resmi mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT. Dalam gugatannya, dia meminta PTUN membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022.

Evi datang ke PTUN didampingi Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jumat (17/4/2020). Gugatan itu didaftarkan karena Evi menilai Keppres didasarkan pada Putusan DKPP Nomor 317 Tahun 2019 yang mengandung kekurangan yuridis essential yang sempurna dan cacat yuridis.

“Meskipun yang mengandung kekurangan yuridis essential Putusan DKPP 317/2019, sayangnya menurut Sistem Hukum Indonesia yang menanggung akibatnya adalah Keppres 34/P Tahun 2020, yang harus dijadikan objek gugatan dan dimintakan pembatalan kepada pengadilan,” kata Evi, saat dikonfirmasi Sabtu (18/4/2020).

Evi menegaskan, gugatan yang dilayangkan di PTUN demi pengabdian dirinya selama 17 tahun di korps penyelenggara Pemilu. Juga, demi menjaga kemandirian yang menjadi kehormatan penyelenggara Pemilu. “Saya memilih menempuh upaya hukum gugatan di PTUN terhadap Keppres yang ditetapkan atas dasar Putusan DKPP 317/2019,” katanya.

Adapun tiga poin gugatan yang dilayangkan Evi. Selain meminta PTUN menetapkan putusan yang menyatakan batal atau tidak sahnya Keppres RI Nomor 34/P Tahun 2020, juga mewajibkan Presiden untuk mencabut Keppres tersebut. Kemudian, mewajibkan Presiden untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan dirinya sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.

Evi menilai, putusan DKPP 317/2019 mengkhianati tujuan dari putusan DKPP, yaitu untuk menyelesaikan perselisihan etika antara pengadu dan teradu sebagaimana diatur Pasal 155 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu. Dia juga menilai DKPP mengkhianati prinsip penyelesaian perselisihan, yaitu asas audi et alteram partem atau kewajiban menggelar sidang pemeriksaan perselisihan demi mendengar semua pihak yang berselisih dan berkepentingan.

Dia mengatakan, Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikannya sebagai anggota KPU, ditetapkan tanpa memeriksa pengadu maupun dirinya selaku teradu.

“Saya bertanya-tanya, apakah ada prosedur penyelesaian perselisihan etika di DKPP selain dari prosedur yang berpedoman kepada prinsip audi et alteram partem. Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, Peraturan DKPP 3/2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diubah dengan Peraturan DKPP 2/2019 menganut prinsip audi et alteram partem secara tersurat lagi tegas,” kata Evi.

Evi mengatakan, pengadu sudah mencabut pengaduan di sidang pertama dan pengadu tidak bersedia lagi hadir dalam sidang kedua. Pengadu tidak pernah memberi keterangan di bawah sumpah dalam sidang DKPP, sebagaimana diwajibkan Pasal 31 ayat (4) huruf b Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019.

Pengadu juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan di muka persidangan, maupun saksi dalam sidang DKPP sebagaimana diwajibkan Pasal 458 ayat (7) UU 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 31 ayat (5) Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019.


Editor : Maria Christina

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network