Dia menjelaskan, sengketa tanah dan rumah tersebut bermula saat pemilik rumah meminjam uang kepada penggugat pada 1994 sebesar Rp55 juta. Utang tersebut tak kunjung dilunasi dan berujung ke pengadilan.
Para ahli waris rumah keberatan karena sejauh ini mereka tidak pernah menandatangani perjanjian jual beli sebagai lanjutan dari utang piutang tersebut. Perjanjian dengan penggugat sejauh ini hanya sebatas pinjam meminjam uang, tapi mereka tak menampik agunan utang piutang tersebut yakni surat tanah rumah tersebut.
"Pengosongan ini sudah sejak tahun 2017, dilanjukan baik-baik untuk mengosongkan tapi mereka tidak bersedia dan melakukan perlawanan. Ini sudah eksekusi yang ketiga," katanya.
Seusai dieksekusi, para tergugat akan menyiapkan upaya hukum lanjutan. Mereka menduga ada permainan curang yang dilakukan penggugat. Mereka akan mengejar kuasa hukum tergugat yang lama, termasuk notaris yang membuat rumah sengketa tersebut dengan status jual beli.
"Aku punya cucu yang gak berdosa, mau ke mana kami. Kami orang gak punya, hanya orang miskin. Kami ahli waris gak pernah ada tanda tangan apa pun soal jual beli," ucap Farida Hanum, ahli waris tergugat.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait