Tak hanya bermain musik, Tengku Zulkarnain mampu mengarang lagu. Ketika masih bersekolah di kelas 1 SMP, saat dia ingin jalan-jalan ke luar negeri, dia tinggal menjual lagu ciptaannya. Dari situ, dia bisa jalan-jalan keliling Indonesia di usia yang sangat muda. Dia juga selalu bermain musik setiap hari.
"SMP Kelas 1 saya sudah mengarang lagu. Kalau libur sekolah, saya mau jalan-jalan ke Singapura, Malaysia atau ke Bali, atau ke mana saya mau jalan, saya jual lagu aja satu, saya jual satu lagu. Saya bisa mendapatkan uang dari jual lagu waktu itu Rp1 juta satu lagu. Saya bisa jalan-jalan keliling Indonesia di usia sebegitu muda karena saya pencipta lagu," katanya.
Kala itu, Tengku Zulkarnain mengaku tidak bisa tidur kalau belum main musik empat jam sehari. Dia pun terbiasa menghabiskan waktunya di studio. "Saya rekaman di studio bisa dari hari Jumat habis salat Jumat sampai malam Senin jam 2 malam ga keluar-keluar dari studio," ujarnya.
Namun, suatu hari dia mendapat hidayah yang dia yakini memang takdir Allah. Seorang jemaah tabligh dari Pakistan datang ke Medan tahun 1988 setelah berjalan kaki setahun. Saat itu, Tengku Zulkarnain sudah menjadi dosen linguistik di Universitas Sumatra Utara (USU). Dia pun menjadi penerjemah bagi jemaat tersebut
"Di dalam kelas saya memakai bahasa Inggris, saya diminta untuk menerjemahkan jemaah ini ceramah, saya jadi penerjemahnya. Waktu menerjemahkan itulah saya mengeluarkan air mata," katanya.
Dia mengingat, setelah Jumatan di masjid di UISU menjelang Maghrib, jemaah tabligh itu mengajak mahasiswa yang sedang bermain bola pingpong untuk bersama-sama salat Maghrib.
"Dia bilang, saudaraku, kita diikat dengan kalimat laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah. Kita bersaudara, kami dari Pakistan datang kemari untuk dakwah agama. Sebentar lagi Maghrib, mari kita berwudu. Kita duduk mendengarkan azan maghrib. Kemudian salat Maghrib nanti akan ada pembicaraan tentang pentingnya iman dan amal saleh," katanya menerjemahkan ajakan warga Palestina itu.
"Saya terjemahkan itu sambil bercucuran air mata, apa yang terjadi di hati saya waktu itu. Kenapa ngajak orang salat aja mesti dari Pakistan jauh-jauh, ini mahasiswa saya, mestinya kan saya perintahkan mereka menjalankan solat, kenapa mesti jauh-jauh dari Pakistan? Saat itu saya pulang, saya menangis di rumah, saya bilang, saya mesti ikut dakwah ini, maka saya gunakanlah diri saya untuk dakwah dengan harta, bayar sendiri, makan, bayar sendiri," katanya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait