Kisah Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih, Raja di Tanah Batak Jadi Pahlawan Nasional
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah resmi menetapkan 10 tokoh sebagai pahlawan nasional, Senin (10/11/2025). Satu di antaranya Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Raja ke-14 Kerajaan Raya Simalungun, Sumatera Utara.
Keputusan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025 di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Penetapan ini menjadikan Rondahaim sebagai pahlawan nasional pertama asal Simalungun, Sumatera Utara, sekaligus simbol perjuangan rakyat setempat dalam mempertahankan kedaulatan dan persatuan bangsa di era kolonial.
Tuan Rondahaim Saragih lahir pada tahun 1828 di wilayah Simalungun. Ia merupakan keturunan bangsawan Batak dan memimpin Kerajaan Raya Simalungun sebagai raja ke-14 pada abad ke-19. Gelar kehormatannya, “Namabajan”, mencerminkan perannya sebagai pemimpin diplomatik dan tokoh adat yang disegani.
Sejak muda, Rondahaim dikenal sebagai pemimpin visioner yang memperjuangkan persatuan di antara kerajaan-kerajaan Batak yang sering terpecah karena adat dan konflik wilayah. Dia memadukan pengetahuan adat, politik, dan strategi perang tradisional menjadi dasar perjuangan melawan kolonialisme Belanda.
Berkat kecerdikannya dalam taktik gerilya, masyarakat Simalungun menjulukinya sebagai “Napoleon-nya Orang Batak”, karena mampu melawan pasukan Belanda dengan peralatan sederhana namun strategi matang.
Pada masa kolonial Belanda, wilayah Sumatera Utara menjadi sasaran ekspansi pemerintah kolonial dan VOC. Belanda menerapkan strategi “devide et impera” atau politik pecah belah untuk menguasai kerajaan-kerajaan lokal.
Melihat ancaman ini, Rondahaim memimpin perlawanan besar-besaran untuk mempertahankan kedaulatan Tanah Batak. Dia memobilisasi pasukan dan menjalin diplomasi dengan para raja di wilayah Simalungun seperti Raja Siantar, Bandar, Sidamanik, Tanah Jawa, Pane, Raya, Purba, Silimakuta, dan Dolok Silau.
Dia menginisiasi pertemuan rahasia antarkerajaan, menyatukan kekuatan adat, dan membangun front bersama menghadapi penjajahan Belanda. Strategi ini tidak hanya memperkuat pertahanan lokal, tetapi juga mencegah perpecahan di antara kerajaan-kerajaan pribumi.
Sebagai ahli strategi, Rondahaim memimpin serangan gerilya di hutan-hutan pegunungan Simalungun. Dia memanfaatkan pengetahuan lokal untuk melakukan penyergapan mendadak, memutus jalur logistik musuh, serta melindungi rakyat dari pajak paksa dan kerja rodi.
Perlawanan Rondahaim bahkan meluas hingga ke Sumatera Timur dan Aceh, dia menjalin koordinasi dengan pejuang lain untuk mengganggu dominasi kolonial Belanda. Dengan persenjataan terbatas, dia menggunakan taktik hit-and-run yang menimbulkan kerugian besar bagi pihak Belanda tanpa banyak korban di pihak rakyat.
Selain perjuangan fisik, Rondahaim juga menanamkan semangat nasionalisme awal kepada masyarakat Batak. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Raya menjadi satu-satunya kerajaan di Sumatera Utara yang tak dapat ditaklukan Kolonial.
Editor: Donald Karouw