Istana Maimun, Sejarah hingga Legenda Meriam Puntung
JAKARTA, iNews.id - Istana Mainum menyimpan sejarah hingga legenda meriam puntung. Istana ini merupakan peninggalan Kesultanan Deli yang dipimpin Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada tahun 1973 dan merupakan salah satu ikon Kota Medan, Sumatera Utara.
Istana ini mulai dibangun pada tanggal 26 Agustus 1888 oleh arsitek TH Van Erp yang bekerja juga sebagai Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) atau tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Pembangunan Istana Maimun selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Desain bangunan merupakan sebuah perpaduan antara Indonesia, Persia, dan Eropa. Nuansa Melayu terlihat jelas pada bangunan yang berlokasi di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.
Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dengan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke Timur dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.
Dahulu pada bangunan induk, ruang utama digunakan sebagai tempat penobatan Sultan Deli, acara tradisional, serta tempat Sultan Deli menerima tamu kehormatan atau sanak saudaranya. Ruang utama ini memiliki luas 412 meter persegi yang didominasi dengan warna kuning.

Saat ini Istana Maimun menjadi salah satu objek wisata bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Di samping istana terdapat pecahan meriam yang konon katanya memiliki kisah yang erat dengan saudara dari Puteri Hijau.
Kisah Meriam Puntung cukup melegenda bagi masyarakat Kota Medan. Berdasarkan hikayat, Meriam Puntung (Meriam Buntung dalam bahasa Karo) adalah penjelmaan dari adik Puteri Hijau dari Kerajaan Haru yang memerintah sekitar tahun 1594 Masehi. Saat itu Puteri Hijau yang cantik jelita tersebut masih menganut agama dan kepercayaan nenek moyang.
Suatu hari, Puteri Hijau mendapatkan pinangan dari Sultan Aceh, namun Puteri Hijau menolaknya. Karena mendapatkan penolakan itu, Sultan Aceh pun murka lalu memutuskan untuk menyerang Kerajaan Haru. Lalu Sultan Aceh mengirimkan Panglima Gocah Pahlawan untuk menyerang Kerajaan Haru. Tapi karena bentengnya sangat kokoh, pasukan Aceh gagal menembusnya.
Editor: Nani Suherni